Menurut St. John of
Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis
(practical philosophy).
Etika dimulai bila
manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan
akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita
tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika,
yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Secara metodologis,
tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika
memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu.
Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi
berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki
sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk
terhadap perbuatan manusia.
Di dalah etika juga
memiliki prisip-prinsip etika di antaranya :
Transparansi
Transparansi merupakan bagian penting dari kebudayaan kami. Karyawan, pemegang saham, klien, konsumen, dan vendor kami mendapatkan informasi yang sebenarnya mengenai perusahaan dan bisnis kami. Sebaliknya, kami juga mengharapkan transparansi yang sama.
Loyalitas
mendapatkan kepercayaan dari ratusan klien dan jutaan pelanggan di seluruh dunia. Kami membangun hubungan yang saling setia dan tahan lama dengan klien, karyawan, shareholder, suplier, dan stakeholder kami.
Transparansi merupakan bagian penting dari kebudayaan kami. Karyawan, pemegang saham, klien, konsumen, dan vendor kami mendapatkan informasi yang sebenarnya mengenai perusahaan dan bisnis kami. Sebaliknya, kami juga mengharapkan transparansi yang sama.
Loyalitas
mendapatkan kepercayaan dari ratusan klien dan jutaan pelanggan di seluruh dunia. Kami membangun hubungan yang saling setia dan tahan lama dengan klien, karyawan, shareholder, suplier, dan stakeholder kami.
Integritas
tidak akan terlibat dalam pelanggaran etika, hukum atau ketidakadilan dalam pelaksanaan bisnis dan kami berharap rekan-rekan kami untuk memperhatikan etika tersebut yang menjadi simbol dari perusahaan kami. Di mana pun kami melakukan aktivitas bisnis, kami tidak mentolerir praktik bisnis yang tidak didasari oleh nilai prinsip dasar kami: kepercayaan, integritas, dan keadilan.
tidak akan terlibat dalam pelanggaran etika, hukum atau ketidakadilan dalam pelaksanaan bisnis dan kami berharap rekan-rekan kami untuk memperhatikan etika tersebut yang menjadi simbol dari perusahaan kami. Di mana pun kami melakukan aktivitas bisnis, kami tidak mentolerir praktik bisnis yang tidak didasari oleh nilai prinsip dasar kami: kepercayaan, integritas, dan keadilan.
Menghargai
menawarkan peluang yang sama kepada seluruh karyawan tanpa mempertimbangkan ras, suku bangsa, keyakinan, arah politik, pendapat perseorangan, gender, gaya hidup dan usia. Dikarenakan penghargaan merupakan komitmen yang tak terpisahkan dalam meningkatkan kualitas hidup pelanggan kami, Sodexo sangat berkomitmen menciptakan lingkungan kerja yang didasari oleh penghargaan bagi individu dan membangun budaya yang menghargai dan memberikan nilai terhadap pengalaman dan keahlian yang dimiliki oleh karyawan kami.
menawarkan peluang yang sama kepada seluruh karyawan tanpa mempertimbangkan ras, suku bangsa, keyakinan, arah politik, pendapat perseorangan, gender, gaya hidup dan usia. Dikarenakan penghargaan merupakan komitmen yang tak terpisahkan dalam meningkatkan kualitas hidup pelanggan kami, Sodexo sangat berkomitmen menciptakan lingkungan kerja yang didasari oleh penghargaan bagi individu dan membangun budaya yang menghargai dan memberikan nilai terhadap pengalaman dan keahlian yang dimiliki oleh karyawan kami.
Istilah "egoisme" berasal dari
bahasa Yunani yakni ego yang berarti "Diri"
atau "Saya", dan -isme, yang digunakan
untuk menunjukkan filsafat. Dengan demikian, istilah ini etimologis berhubungan
sangat erat dengan egoisme.
Egoisme merupakan motivasi untuk
mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan diri
sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak
peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang
dianggap sebagai teman dekat. Istilah lainnya adalah "egois". Lawan
dari egoisme adalah altruisme.
Hal ini berkaitan erat dengan narsisme, atau "mencintai diri
sendiri," dan kecenderungan mungkin untuk berbicara atau menulis tentang
diri sendiri dengan rasa sombong dan panjang lebar. Egoisme dapat hidup berdampingan
dengan kepentingannya sendiri, bahkan pada saat penolakan orang lain. Sombong
adalah sifat yang menggambarkan karakter seseorang yang bertindak
untuk memperoleh nilai dalam jumlah yang lebih banyak
daripada yang ia memberikan kepada orang lain. Egoisme sering dilakukan dengan
memanfaatkan altruisme, irasionalitas
dan kebodohan orang lain, serta memanfaatkan kekuatan diri sendiri dan / atau
kecerdikan untuk menipu.
Egoisme berbeda dari altruisme, atau bertindak
untuk mendapatkan nilai kurang dari yang diberikan, dan egoisme, keyakinan
bahwa nilai-nilai lebih didapatkan dari yang boleh diberikan. Berbagai bentuk
"egoisme empiris" bisa sama dengan egoisme, selama nilai manfaat
individu diri sendirinya masih dianggap sempurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar